Rabu, 08 Juni 2016

KISAH SEJARAH KOTA MALANG YANG TAK BANYAK TERUNGKAP

Punya Anak Kembar, Arsitek Belanda Bikin Gedung Kembar di Kayutangan
Warga Kota Malang pasti tahu kawasan Kayutangan. Tapi, mungkin tak banyak tahu, mengapa disebut Kayutangan? Mengapa dulu orang-orang Eropa banyak yang memilih tinggal di sana?
Setidaknya ada dua versi yang menyebutkan, mengapa disebut Jalan Kayutangan, yang di zaman Belanda dikenal dengan nama Jalan Pita itu?
Pertama, merujuk pada data sejarahyang menyebutkan sebelum tahun 1914 di kawasan itu terdapat papan penunjuk arah berukuran besar yang berbentuk tangan yang dibuat oleh Belanda.
Kedua, disaat mulai berkembangnya kawasan alun-alun, di ujung jalan arah alun-alun terdapat pohon yang menyerupai tangan. Karena itu kawasan tersebut lantas disebut Kayutangan.
Entah mana yang menjadi dasar. Yang jelas, nama Kayutangan (Kajoetangan) banyak terdapat di buku laporan Belanda tahun 1890 hingga masih diucapkan sampai sekarang. Kompleks pertokoan di sepanjang Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmad) mulai dari pertigaan depan PLN sampai di depan Gereja Katolik Kayutangan dibangun antara tahun 1930-1940, yang saat itu bergaya atap datar dan berbentuk kubus.

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (10)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (10)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

5. Komplek Makam bagi Golongan Eropa di Sukun
Pengadaan komplek makam untuk golongan Eropa di Sukun dilakukan bertepat-an dengan tahap ke-3 rencana perluasan pembangunan (Bouwplan III), yang dilaksanakan pada tahun 1920. Dalam rencana perluasan ini, pada areal di bagian selatan Kota Malang hendak dibangun komplek pemakaman yang layak bagi golongan Eropa yang bermukim di Malang. Sebenarnya, makam Sukun bukanlah makam bagi golongan Eropa yang pertama di Malang. Pada masa sebelumnya, terdapat makam Balanda di Klojen Lor. Lokasi makam ini adalah di Jalan Trunojoyo sekarang (dulu bernama Goedangweg), yang setelah relokasi tanah eks makam ini untuk sementara waktu pernah digunakan sebagai terminal bus. Me-nilik lokasinya yang berdekatan dengan loji pertama di Malang yang didirikan tahun 1767, boleh jadi kompleks makam ini adalah makam golongan Eropa tertua di Kota Malang, yang telah ada semenjak akhir abad ke-18. Selain itu terdapat dua makam umum lainnya di uta-ra dan selatan jalan yang dulu bernama Kutobedahstraat, yaitu makam Islam di Soekorejo yang berlokasi di utara jalan dan makam Tiong Hoa di selatan jalan.  
Dalam Bouwplan I direncanakan untuk membangunan perumahan bagi golongan Eropa dari Celaket hingga Rampal, yang dikenal dengan sebutan “Oranjebuurt”. Dalam ka-itan itu, makam golongan Eropa di Klojen Lor Straat dipandang perlu untuk direlokasikan ke tempat lain, sebab tidak layak terdapat kompleks makam di tengah-tengah areal peru-mahan.

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (8)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (8)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

1.2. Kompleks SMU Alon-alon Tugu

Visi pengembangan Kota Malang tertuang dalam sasanti berbunyi “Tri Bina Cita Kota Malang”, yang terdiri atas: (1) Malang Kota Pendidikan, (2) Malang Kota Pariwisata, dan (3) Malang Kota Industri. Visi Kota sebagai Kota Pendidikan punya cukup alasan. Oleh karena semenjak masa Pemerintahan Hindia-Belanda (Nederlandsche-Indie), Kota Malang telah tampil sebagai sentra pendidikan yang penting di wilayah Jawa Timur.

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (7)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (7)

Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

2. Kawasan Ijen Boulevart
Pembangunan Ijen Boulevart serta daerah di sekitarnya  yang mengambil  nama-nama jalan dari nama gunung (Bergenbuurt) bertepatan dengan pengembangan perluasan kota (Bouwplan) VI, yang dimulai tahun pada 1924/1925 hingga jelang Masa Pendudukan Jepang. Lokasinya pada bagian barat Kota Malang, yang topografinya lebih tinggi daripada daerah lainnya. Oleh karena itu sesuai bila diperuntukan bagi perumahan golongan Eropa kelas menengah ke atas, dengan rumah-rumah bertipe villa. Perluasan kota ke arah barat ini didasari pertimbangan akan meningkatnya jumlah warga Eropa yang bermukim di Kota Malang. Antara tahun 1920-1930 jumlah mereka meningkat 100% (tahun 1920 berjumlah 3.504 jiwa, tahun 1930 menjadi 7.463 jiwa).

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (4)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (4)

Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

B. Konsep dan Tahapan Penataan Kota Malang
1. Konseptor dan Konsep Penataan Kota Malang

Kota Malang adalah salah satu dari tidak banyak kota di Indonesia yang telah semenjak Masa Hindia-Belanda ditata secara terencana, terarah, dan terpadu. Planolog yang megemban peran dominan dalam menata Kota Malang pada masa lampau adalah Herman Thomas Karsten. Arsitek kelahiran Amsterdam pada tanggal 29 April 1884 ini menamatkan studinya pada Sekolah Tinggi Teknik di Delf tahun 1909. Pada tahun 1914 ia menumpang kapal yang terakhir menuju ke Hindia-Belanda guna memenuhi undangan teman lamanya sewaktu studi di Delf, Henri Maclaine Pont, untuk membatu usahanya di biro arsitek yang didirikan tahun 1913 di Semarang.

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (3)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (3)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

3. Malang sebagai Daerah Produsen dan Pemasaran Hasil Bumi
Bagi masyarakat agraris, pertimbangan untuk memilih bermukim di Malang adalah faktor kesuburan tanahnya, yang cocok untuk aktivitas ekonomi bertani atau berkebun.

Sebelum masa kemerdekaan RI, hampir seluruh kawasan Malang, yang kini berkembang menjadi Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu, merupakan areal pertanian dan perkebunan yang potensial. Wilayah Kota Malang yang kini padat penduduk dan hampir tak tersisa lahan untuk pertanian. Padahal, pada tahun 1914 masih memiliki persawahan dan perkebunan yang cukup luas. Selain padi dan palawija sebagai tanaman pertanian, tanaman perkebunan seperti teh, kina, tebu, buah, sayur, dan terutama kopi merupakan produksi unggulan di kawasan Malang.

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (1)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang

A. Latar Keberadaan Budaya Indis di Kawasan Malang
Malang adalah salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki banyak tinggalan budaya Indis. Kota-kota lain yang tergolong kaya akan peninggalan budaya Indis adalah Surabaya, Pasuruan dan Probolinggo, Di samping itu, kendati tidak sekaya keempatnya, Kota Kediri, Kabupaten Sumenep dan Tuban, serta Kecamatan Besuki, Babad dan Bangil juga mempunyai cukup banyak tinggalan budaya Indis. Di wilayah Malang, tinggalan budaya Indis paling banyak berada di dalam Kota Malang. Di luar Kota Malang, masih terdapat sejumlah tempat yang juga kedapatan banyak peninggalan budaya Indis, seperti Lawang, Batu dan Turen. Peninggalan budaya Indis di kawasan Malang tersebar di penjuru wilayah-nya. Kekayaan akan tinggalan budaya Indis itu tak lepas dari perannya pada masa Hindia Belanda, baik dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, dan lebih dari itu dilatari oleh keelokan panorama alamnya yang sejuk-nyaman.

Minggu, 17 April 2016

BOIKOT Putu Wijaya

Boikot
Cerpen Putu Wijaya (Suara Merdeka, 6 Maret 2011)

SEORANG warga memelihara hantu di rumahnya. Berita itu mula-mula menjadi bahan tertawaan. Tetapi ketika beberapa warga mulai datang untuk menengok hantu itu dan diam-diam minta pertolongan, masalahnya jadi berbeda.

Ada yang datang untuk minta kesembuhan. Ada yang ingin kaya. Ada yang minta naik pangkat. Minta jodoh. Anak-anak sekolah juga datang mau lulus ujian tanpa harus belajar. Ada juga koruptor-koruptor teri yang minta jangan sampai ulahnya ketahuan, tapi bukan untuk kapok, malahan mau meneruskan kariernya.

Keadilan Putu Wijaya

Keadilan
Cerpen Putu Wijaya (Jawa Pos, 7 Oktober 2012)

ADA suatu masa, ada saat banyak pedagang es pudeng dari Jawa berkeliaran di Bali. Mereka memakai kostum yang menarik dengan topi-topi kerucut, gendongan es puter mereka desainnya cantik. Gelas-gelas kaca atau plastik ala koktail bergantungan dengan pudeng berwarna-warni. Kalau mereka lewat anak-anak selalu memburunya. Kadang-kadang tidak untuk membeli, tetapi untuk mengerumuninya. Pak Amat termasuk salah satu di antara anak-anak itu. Tanpa merasa malu, ia ikut berebutan untuk membeli es pudeng puter dan merasakan suasana cerianya. Bu Amat sampai malu melihat kelakuan suaminya seperti itu.

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata PUTU WIJAYA

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata
PUTU WIJAYA

Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap. Penjaga toko itu sampai bosan menyapa dan memujikan dagangannya.
Ketika hampir aku putuskan untuk mencari ke tempat lain, suara seorang perempuan menyapa.
”Mencari bunga untuk apa Pak?”
Aku menoleh dan menemukan seorang gadis cantik usianya di bawah 25 tahun. Atau mungkin kurang dari itu.

GURU Cerpen Putu Wijaya

GURU
Cerpen Putu Wijaya

Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang guru. Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong.
"Kami dengar selentingan, kamu mau jadi guru, Taksu? Betul?!"
Taksu mengangguk.
"Betul Pak."
Kami kaget.
"Gila, masak kamu mau jadi g-u-r-u?"
"Ya."
Saya dan istri saya pandang-pandangan. Itu malapetaka. Kami sama sekali tidak percaya apa yang kami dengar. Apalagi ketika kami tatap tajam-tajam, mata Taksu nampak tenang tak bersalah. Ia pasti sama sekali tidak menyadari apa yang barusan diucapkannya. Jelas ia tidak mengetahui permasalahannya.

Kamis, 07 April 2016

Terselamatkan oleh Alam

Terselamatkan oleh Alam

Pada suatu hari yang sangat tenang dan damai, dimana burung berkicau dengan suka cita dan pepohonan sedang bermain dengan angin menari – nari ke sana kemari hingga menghasilkan gerakan yang sangat indah. Namun, ketenangan itu kini terusik dengan suara mesin yang merong – rong memilukan hati, dan juga suara gemuruh dari pepohonan yang tumbang.

Tak jauh dari tempat tersebut, tinggalah seorang kakek yang sangat tua dan renta. Ia terbangun dari tidur siangnya akibat dari suara yang memekikan telinga itu. Dengan segera sang kakek bangun dari kursi bambunya dan menuju sumber suara tersebut.


Rumah yang Terang karya Ahmad Tohari

Rumah yang Terang
karya Ahmad Tohari

Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya. Kampung seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuh bulan di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagi mampu membuat bayang-bayang pepohonan. Tapi kampung tidak merasa kehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga laki-laki yang tersengat listrik hingga mati.

Selasa, 05 April 2016

ROBOHNYA SURAU KAMI Karya AA Navis

ROBOHNYA SURAU KAMI
Karya AA Navis

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI Karya Tri Astoto Kodarie

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI
Karya Tri Astoto Kodarie


Di atas bangku bambu yang reyot, pak Kerto menjulurkan kedua
kakinya. Sebentar-sebentar tangannya mengurut-urut kedua kakinya yang
kurus kering itu. Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian
melangkah ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia.
Lalu diambilnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan diletakannya di
atas selembar daun pisang yang sudah agak mengering. Kemudian melangkah
balik ke depan dan duduk di bangku bambu itu kembali.

Serpihan di Teras Rumah Karya Zaidinoor

Serpihan di Teras Rumah
Karya Zaidinoor

TANGAN keriputnya bergetar saat menorehkan pisau pada batang pohon yang hanya sebesar lutut orang dewasa itu. Setelah torehannya hampir melingkari batang, titik-titik cairan kental putih muncul pada bekas goresan pisaunya. Getah mengalir lamban menuju susudu. Kemudian tetes demi tetes jatuh ke dalam tempurung. Ini adalah pohon karet terakhir dari enam belas batang yang disadap Ni Siti, dan matahari sudah lebih dari duduk di atas kepala.
Setelah membersihkan pisau sadapnya, Ni Siti duduk di samping tangkitan yang diletakkannya tak jauh dari batang karet terakhir tadi. Ni Siti ingin istirahat sebentar sebelum pulang sambil menunggu getah karet terkumpul di tempurung. Dengan istirahat sebentar, ia berharap bisa mengumpulkan tenaga guna memungut ranting yang bisa didapat sepanjang tepian jalan pulang. Di rumah, kayu bakar sudah hampir habis.

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS TEKS PADA KURIKULUM 2013

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS TEKS PADA KURIKULUM 2013
Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto1
Endah Tri Priyatni2
Kusubakti Anjani3

Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Email: aguspurnomo.ap2@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi guru dan siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kuesioner. Hasil penelitian ini adalah persepsi guru dan siswa terhadap pembelajaran berbasis teks secara keseluruhan baik, dengan catatan penyerapan siswa SMP dan SMA masih rendah serta penyerapan dan pemahaman guru SMK terhadap pembelajaran berbasis teks juga masih rendah.
Kata kunci: persepsi guru, persepsi siswa, bahasa Indonesia, pembelajaran berbasis teks, kurikulum 2013

KEAMBIGUAN PADA UJARAN ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK

KEAMBIGUAN PADA UJARAN ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK
Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto[1]
A. Syukur Ghazali[2]
Nita Widiawati[3]

Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Email: aguspurnomo.ap2@gmail.com

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keambiguan yang muncul pada siswa Taman Kanak-Kanak Dukuh I Sleman, Yogyakarta, mendeskripsikan jenis keambiguan yang paling sering muncul pada siswa Taman Kanak-Kanak Dukuh I Sleman, Yogyakarta, dan mendeskripsikan upaya untuk mengantisipasi keambiguan yang terjadi. Hasil penelitian ini adalah Keambiguan yang paling banyak ditemukan pada ujaran anak adalah pada tingkat gramatikal sebanyak 66%. Selanjutnya adalah keambiguan tingkat leksikal sebanyak 31%. Keambiguan yang paling sedikit ditemukan pada tingkat fonetik hanya sebanyak 3%. Hal ini disebabkan karena ujaran anak TK tidak cepat sehingga pendengar mempunyai waktu yang lebih lama untuk memproses interpretasinya. Selain itu juga karena anak TK sudah mulai sempurna mengujarkan bahasa layaknya orang dewasa, walaupun ada juga yang masih didapati kerancuan. Keambiguan-keambiguan tersebut dapat dihindari dengan cara memperhatikan konteksnya, pemberian penanda batas leksikal, pemberian penanda batas jeda, dan pemberian penanda batas tanda baca.

Kata kunci: Keambiguan, anak, usia taman kanak-kanak