Rabu, 08 Juni 2016

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (4)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (4)

Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

B. Konsep dan Tahapan Penataan Kota Malang
1. Konseptor dan Konsep Penataan Kota Malang

Kota Malang adalah salah satu dari tidak banyak kota di Indonesia yang telah semenjak Masa Hindia-Belanda ditata secara terencana, terarah, dan terpadu. Planolog yang megemban peran dominan dalam menata Kota Malang pada masa lampau adalah Herman Thomas Karsten. Arsitek kelahiran Amsterdam pada tanggal 29 April 1884 ini menamatkan studinya pada Sekolah Tinggi Teknik di Delf tahun 1909. Pada tahun 1914 ia menumpang kapal yang terakhir menuju ke Hindia-Belanda guna memenuhi undangan teman lamanya sewaktu studi di Delf, Henri Maclaine Pont, untuk membatu usahanya di biro arsitek yang didirikan tahun 1913 di Semarang.


Semula Karsten hanya mengerjakan tugas-tugas kearsitekturan. Namun, dalam perkembangannya ia juga terlibat dalam kegiatan pembangunan kota. Bahkan, pada tahun 1916 ia diangkat oleh Gemeente Semarang sebagai Penasihat Pembangunan Kota. Jabat-an sama pernah disandangnya untuk 9 Kotapraja di Jawa, 3 Kotapraja di Sumatra dan 1 Kotapraja di Kalimantan, tidak terkecuali untuk Kota Malang. Pria yang menikah dengan wanita keturunan Jawa bernama Soembinah ini terlibat dalam menata Kota Malang dengan posisi sebagai penasihat perancanan (adviseur) resmi bagi penataan Kota Malang dari ta-hun 1929 hingga 1935. Walaupun belum secara resmi diangkat sebagai adviseur, namun sebenarnya telah semenjak tahun 1917 Th. Karsten sudah dimintai bantuan pemikirannya untuk perencanaan Kota Malang.

Karsten adalah seorang pekerja keras, teguh pendirian, dan amat teliti. Ia mena-ngani masalah dengan sangat cermat. Nasihat-nasihatnya diberikan secara to the point. Sikap hidupnya tegas, yaitu menghendaki kemajuan. Sikapnya yang sosialis serta progresif itu membuatnya jadi orang yang dianggap langka. Terlebih ia punya kecenderungan untuk menentang arus jaman. Kendati demikian, karena posisinya yang terkemuka dalam bidang pembangunan kota, maka ia amat dihormati dan disegani. Alam pikiran sosialisnya tercermin dalam rancangan kota karyanya, yang senantiasa mendasarkan kepada kepentingan umum dalam arti seluas-luasnya.

Karsten adalah penganjur bagi peningkatan harkat dan penentuan nasib sendiri massa pribumi. Ia senang dengan lingkungan kejawen. Bahkan, rumah tinggalnya dibangun dengan gaya arsitektur Jawa serta menaruh minat atas banyak bentuk kesenian Jawa. Sebagai penaruh minat kuat kepada kebudayaan, ia memasukan hasil budaya setempat ke dalam karyanya. Baginya, anasir arsitektur lokal itu memberinya inspirasi dalam berkarya, sehingga karya yang dihasilkan tidak terkesan kebarat-baratan, melainkan lebih bercorak Hindia (Indisch).

Th. Karsten turut mendirikan Java Institute, dan menulis artikel-artikel dalam majalah Djawa yang diterbitkannya. Ia juga menjadi anggota Komisi Purbakala. Selain bidang kesenian dan kebudayaan, Karsten juga aktif di bidang politik, diantaranya menjadi anggota Algemeen Democharische Bond. Lantaran sikap kritis-nya terhadap pemerintah Hindia-Belanda ini maka kurang disukai oleh Pemerintah, bahkan sempat menjadi incaran dari Polisi Rahasia Pemerintah Kolonial (PID).

Karsten melihat kota-kota tua di Jawa dengan alon-alon sebagai pusat kotanya memiliki makna kultural yang mendalam. Jaringan jalan utama kota dibentuk dengan tujuan ke arah alon-alon, sehingga alon-alon menjadi pusat kota. Ciri lain kota-kota di Jawa ada-lah dominasi dari dedaunan yang hijau, Oleh karenanya, perencaan daerah baru haruslah memberi perhatian pada penghijuan. Karsten menuangkan ide mengenai penghijauan kota sebagai salah satu unsur terpenting dalam membangunan kota. Selain itu. pembangunan kota seharusnya tak menyimpang dari prinsip zonnering.

Dalam kaitan itu dan sebagai seo-rang sosilalis, menurutnya tipologi rumah serta rumah tinggal semestinya didasarkan pada kelas sosial atau disesuaikan dengan keadaan sosial yang ada. Bukan mendasarkan pada ras. Baginya ide membagi tempat tinggal penduduk berdasarkan ras (Eropa, Cina, Pribumi) tak layak diterapkan. Zonasi yang demikian diterapkannya dalam menata Kota Malang. Tipe rumah tinggal diklasifikasikan menurut kemampuan ekonomi pemiliknya, yaitu tipe villa, rumah kecil dan rumah kampung (terbuka dan tertutup). Selain itu, terdapat tipe bangunan menurut peruntukkannya, yaitu bangunan untuk toko, perusahaan, serta bangunan khusus untuk pasar, gedung pemerintahan, sekolahan, dsb. Wilayah Kota Malang dibagi ke dalam lingkungan-lingkungan untuk tujuan tertentu, yaitu lingkungan untuk bangunan gedung, ja-lan, penghijuan, kuburan, daerah industri, dan daerah pertanian.

Kota Malang ditata oleh Karsten dengan menggunakan konsep “Malang Kota In-dah”. Keindahan kota Malang haruslah ditampilkan dari penanganan rencana kota secara keseluruhan, mulai dari bagian-bagian kota sampai detail-detailnya. Rasa keindahan harus ditempakan sebagai hal yang utama. Baginya, keindahan Kota Malang tak hanya tercermin oleh karya arsitektural, namun juga oleh panorama alam sekelilingnya. Oleh karenanya, karya arsitektur yang dihadirkan merupakan intergrasi antara anasir keindahan asitektural dan keindahan alam. Sebagai kawasan terbangun yang diharapkan tetap menampilkan su-asana hijau, maka di berbagai tempat disediakan areal khusus untuk tanam kota, bahkan hutan kota, yang sekaligus berfungsi sebagai paru-paru kota dan resapan air.

Di sejumlah taman kota tersebut terdapat sumber air, seperti yang penah terdapat di Taman Indraklia dan Purwosari, Hutan Kota Malabar, dsb. Kolam air di Taman Indrakila bahkan pernah di-jadikan tanam rekreasi air, dengan perahu dayung mengelilingi tanam. Taman-taman kota yang pernah ada di Kota Malang, antara lain J.P. Coen Plein (Alon-alon Bunder), Semeru Plein, Slamet Plein, Indrakila Plein, Dempo Plein, Buring Plein, Hutan Kota Malabar dan Tanjung, Sham Poo Plein, dsb.


Selain itu di kanan-kiri jalan ditanami dengan pohon asam Jawa, palem (utamanya di jalan besar Ijen dan Langsep) serta tanaman tegagakan lainnya. Hal lain yang tak kalah pentingnya terkait dengan topografi Kota Malang yang bergelom-bang adalah pembuatan saluran air (gorong-gorong), yang dialirkan menuju ke arah sungai Brantas dan anak-anak sungainya. Pada masa sekarang, ketika permukiman makin jadi padat, kondisi lingkungannya banyak berubah. Taman kota dan hutan kota telah banyak yang hilang, gorong-gorong kota kuno banyak yang tak berfungsi. Akibatnya, udara Kota Malang yang semula sejuk nyaman itu banyak berkurang dan bajir kerap melanda.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22355644/khasanah.tinggalan.budaya.indis.di.malang.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar