Khasanah Tinggalan Budaya
Indis di Malang (4)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono,
M.Hum
(Universitas Negeri
Malang)
B. Konsep dan Tahapan
Penataan Kota Malang
1. Konseptor dan Konsep
Penataan Kota Malang
Kota Malang adalah
salah satu dari tidak banyak kota di Indonesia yang telah semenjak Masa
Hindia-Belanda ditata secara terencana, terarah, dan terpadu. Planolog yang
megemban peran dominan dalam menata Kota Malang pada masa lampau adalah Herman
Thomas Karsten. Arsitek kelahiran Amsterdam pada tanggal 29 April 1884 ini
menamatkan studinya pada Sekolah Tinggi Teknik di Delf tahun 1909. Pada tahun
1914 ia menumpang kapal yang terakhir menuju ke Hindia-Belanda guna memenuhi
undangan teman lamanya sewaktu studi di Delf, Henri Maclaine Pont, untuk
membatu usahanya di biro arsitek yang didirikan tahun 1913 di Semarang.
Semula Karsten hanya
mengerjakan tugas-tugas kearsitekturan. Namun, dalam perkembangannya ia juga
terlibat dalam kegiatan pembangunan kota. Bahkan, pada tahun 1916 ia diangkat
oleh Gemeente Semarang sebagai Penasihat Pembangunan Kota. Jabat-an sama pernah
disandangnya untuk 9 Kotapraja di Jawa, 3 Kotapraja di Sumatra dan 1 Kotapraja
di Kalimantan, tidak terkecuali untuk Kota Malang. Pria yang menikah dengan
wanita keturunan Jawa bernama Soembinah ini terlibat dalam menata Kota Malang
dengan posisi sebagai penasihat perancanan (adviseur) resmi bagi penataan Kota
Malang dari ta-hun 1929 hingga 1935. Walaupun belum secara resmi diangkat
sebagai adviseur, namun sebenarnya telah semenjak tahun 1917 Th. Karsten sudah
dimintai bantuan pemikirannya untuk perencanaan Kota Malang.
Karsten adalah seorang
pekerja keras, teguh pendirian, dan amat teliti. Ia mena-ngani masalah dengan
sangat cermat. Nasihat-nasihatnya diberikan secara to the point. Sikap hidupnya
tegas, yaitu menghendaki kemajuan. Sikapnya yang sosialis serta progresif itu
membuatnya jadi orang yang dianggap langka. Terlebih ia punya kecenderungan
untuk menentang arus jaman. Kendati demikian, karena posisinya yang terkemuka
dalam bidang pembangunan kota, maka ia amat dihormati dan disegani. Alam
pikiran sosialisnya tercermin dalam rancangan kota karyanya, yang senantiasa
mendasarkan kepada kepentingan umum dalam arti seluas-luasnya.
Karsten adalah penganjur
bagi peningkatan harkat dan penentuan nasib sendiri massa pribumi. Ia senang
dengan lingkungan kejawen. Bahkan, rumah tinggalnya dibangun dengan gaya
arsitektur Jawa serta menaruh minat atas banyak bentuk kesenian Jawa. Sebagai
penaruh minat kuat kepada kebudayaan, ia memasukan hasil budaya setempat ke
dalam karyanya. Baginya, anasir arsitektur lokal itu memberinya inspirasi dalam
berkarya, sehingga karya yang dihasilkan tidak terkesan kebarat-baratan,
melainkan lebih bercorak Hindia (Indisch).
Th. Karsten turut
mendirikan Java Institute, dan menulis artikel-artikel dalam majalah Djawa yang
diterbitkannya. Ia juga menjadi anggota Komisi Purbakala. Selain bidang
kesenian dan kebudayaan, Karsten juga aktif di bidang politik, diantaranya
menjadi anggota Algemeen Democharische Bond. Lantaran sikap kritis-nya terhadap
pemerintah Hindia-Belanda ini maka kurang disukai oleh Pemerintah, bahkan
sempat menjadi incaran dari Polisi Rahasia Pemerintah Kolonial (PID).
Karsten melihat
kota-kota tua di Jawa dengan alon-alon sebagai pusat kotanya memiliki makna
kultural yang mendalam. Jaringan jalan utama kota dibentuk dengan tujuan ke
arah alon-alon, sehingga alon-alon menjadi pusat kota. Ciri lain kota-kota di
Jawa ada-lah dominasi dari dedaunan yang hijau, Oleh karenanya, perencaan
daerah baru haruslah memberi perhatian pada penghijuan. Karsten menuangkan ide
mengenai penghijauan kota sebagai salah satu unsur terpenting dalam membangunan
kota. Selain itu. pembangunan kota seharusnya tak menyimpang dari prinsip zonnering.
Dalam kaitan itu dan
sebagai seo-rang sosilalis, menurutnya tipologi rumah serta rumah tinggal
semestinya didasarkan pada kelas sosial atau disesuaikan dengan keadaan sosial
yang ada. Bukan mendasarkan pada ras. Baginya ide membagi tempat tinggal penduduk
berdasarkan ras (Eropa, Cina, Pribumi) tak layak diterapkan. Zonasi yang
demikian diterapkannya dalam menata Kota Malang. Tipe rumah tinggal
diklasifikasikan menurut kemampuan ekonomi pemiliknya, yaitu tipe villa, rumah
kecil dan rumah kampung (terbuka dan tertutup). Selain itu, terdapat tipe
bangunan menurut peruntukkannya, yaitu bangunan untuk toko, perusahaan, serta
bangunan khusus untuk pasar, gedung pemerintahan, sekolahan, dsb. Wilayah Kota
Malang dibagi ke dalam lingkungan-lingkungan untuk tujuan tertentu, yaitu
lingkungan untuk bangunan gedung, ja-lan, penghijuan, kuburan, daerah industri,
dan daerah pertanian.
Kota Malang ditata oleh
Karsten dengan menggunakan konsep “Malang Kota In-dah”. Keindahan kota Malang
haruslah ditampilkan dari penanganan rencana kota secara keseluruhan, mulai
dari bagian-bagian kota sampai detail-detailnya. Rasa keindahan harus
ditempakan sebagai hal yang utama. Baginya, keindahan Kota Malang tak hanya
tercermin oleh karya arsitektural, namun juga oleh panorama alam sekelilingnya.
Oleh karenanya, karya arsitektur yang dihadirkan merupakan intergrasi antara
anasir keindahan asitektural dan keindahan alam. Sebagai kawasan terbangun yang
diharapkan tetap menampilkan su-asana hijau, maka di berbagai tempat disediakan
areal khusus untuk tanam kota, bahkan hutan kota, yang sekaligus berfungsi
sebagai paru-paru kota dan resapan air.
Di sejumlah taman kota
tersebut terdapat sumber air, seperti yang penah terdapat di Taman Indraklia
dan Purwosari, Hutan Kota Malabar, dsb. Kolam air di Taman Indrakila bahkan
pernah di-jadikan tanam rekreasi air, dengan perahu dayung mengelilingi tanam.
Taman-taman kota yang pernah ada di Kota Malang, antara lain J.P. Coen Plein
(Alon-alon Bunder), Semeru Plein, Slamet Plein, Indrakila Plein, Dempo Plein,
Buring Plein, Hutan Kota Malabar dan Tanjung, Sham Poo Plein, dsb.
Selain itu di
kanan-kiri jalan ditanami dengan pohon asam Jawa, palem (utamanya di jalan
besar Ijen dan Langsep) serta tanaman tegagakan lainnya. Hal lain yang tak
kalah pentingnya terkait dengan topografi Kota Malang yang bergelom-bang adalah
pembuatan saluran air (gorong-gorong), yang dialirkan menuju ke arah sungai
Brantas dan anak-anak sungainya. Pada masa sekarang, ketika permukiman makin
jadi padat, kondisi lingkungannya banyak berubah. Taman kota dan hutan kota
telah banyak yang hilang, gorong-gorong kota kuno banyak yang tak berfungsi.
Akibatnya, udara Kota Malang yang semula sejuk nyaman itu banyak berkurang dan
bajir kerap melanda.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2008/10/21/22355644/khasanah.tinggalan.budaya.indis.di.malang.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar