Minggu, 17 April 2016

BOIKOT Putu Wijaya

Boikot
Cerpen Putu Wijaya (Suara Merdeka, 6 Maret 2011)

SEORANG warga memelihara hantu di rumahnya. Berita itu mula-mula menjadi bahan tertawaan. Tetapi ketika beberapa warga mulai datang untuk menengok hantu itu dan diam-diam minta pertolongan, masalahnya jadi berbeda.

Ada yang datang untuk minta kesembuhan. Ada yang ingin kaya. Ada yang minta naik pangkat. Minta jodoh. Anak-anak sekolah juga datang mau lulus ujian tanpa harus belajar. Ada juga koruptor-koruptor teri yang minta jangan sampai ulahnya ketahuan, tapi bukan untuk kapok, malahan mau meneruskan kariernya.

Keadilan Putu Wijaya

Keadilan
Cerpen Putu Wijaya (Jawa Pos, 7 Oktober 2012)

ADA suatu masa, ada saat banyak pedagang es pudeng dari Jawa berkeliaran di Bali. Mereka memakai kostum yang menarik dengan topi-topi kerucut, gendongan es puter mereka desainnya cantik. Gelas-gelas kaca atau plastik ala koktail bergantungan dengan pudeng berwarna-warni. Kalau mereka lewat anak-anak selalu memburunya. Kadang-kadang tidak untuk membeli, tetapi untuk mengerumuninya. Pak Amat termasuk salah satu di antara anak-anak itu. Tanpa merasa malu, ia ikut berebutan untuk membeli es pudeng puter dan merasakan suasana cerianya. Bu Amat sampai malu melihat kelakuan suaminya seperti itu.

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata PUTU WIJAYA

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata
PUTU WIJAYA

Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap. Penjaga toko itu sampai bosan menyapa dan memujikan dagangannya.
Ketika hampir aku putuskan untuk mencari ke tempat lain, suara seorang perempuan menyapa.
”Mencari bunga untuk apa Pak?”
Aku menoleh dan menemukan seorang gadis cantik usianya di bawah 25 tahun. Atau mungkin kurang dari itu.

GURU Cerpen Putu Wijaya

GURU
Cerpen Putu Wijaya

Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan istri saya jadi shok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang guru. Karena itu, sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong.
"Kami dengar selentingan, kamu mau jadi guru, Taksu? Betul?!"
Taksu mengangguk.
"Betul Pak."
Kami kaget.
"Gila, masak kamu mau jadi g-u-r-u?"
"Ya."
Saya dan istri saya pandang-pandangan. Itu malapetaka. Kami sama sekali tidak percaya apa yang kami dengar. Apalagi ketika kami tatap tajam-tajam, mata Taksu nampak tenang tak bersalah. Ia pasti sama sekali tidak menyadari apa yang barusan diucapkannya. Jelas ia tidak mengetahui permasalahannya.

Kamis, 07 April 2016

Terselamatkan oleh Alam

Terselamatkan oleh Alam

Pada suatu hari yang sangat tenang dan damai, dimana burung berkicau dengan suka cita dan pepohonan sedang bermain dengan angin menari – nari ke sana kemari hingga menghasilkan gerakan yang sangat indah. Namun, ketenangan itu kini terusik dengan suara mesin yang merong – rong memilukan hati, dan juga suara gemuruh dari pepohonan yang tumbang.

Tak jauh dari tempat tersebut, tinggalah seorang kakek yang sangat tua dan renta. Ia terbangun dari tidur siangnya akibat dari suara yang memekikan telinga itu. Dengan segera sang kakek bangun dari kursi bambunya dan menuju sumber suara tersebut.


Rumah yang Terang karya Ahmad Tohari

Rumah yang Terang
karya Ahmad Tohari

Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya. Kampung seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuh bulan di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagi mampu membuat bayang-bayang pepohonan. Tapi kampung tidak merasa kehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga laki-laki yang tersengat listrik hingga mati.

Selasa, 05 April 2016

ROBOHNYA SURAU KAMI Karya AA Navis

ROBOHNYA SURAU KAMI
Karya AA Navis

Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI Karya Tri Astoto Kodarie

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI
Karya Tri Astoto Kodarie


Di atas bangku bambu yang reyot, pak Kerto menjulurkan kedua
kakinya. Sebentar-sebentar tangannya mengurut-urut kedua kakinya yang
kurus kering itu. Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian
melangkah ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia.
Lalu diambilnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan diletakannya di
atas selembar daun pisang yang sudah agak mengering. Kemudian melangkah
balik ke depan dan duduk di bangku bambu itu kembali.

Serpihan di Teras Rumah Karya Zaidinoor

Serpihan di Teras Rumah
Karya Zaidinoor

TANGAN keriputnya bergetar saat menorehkan pisau pada batang pohon yang hanya sebesar lutut orang dewasa itu. Setelah torehannya hampir melingkari batang, titik-titik cairan kental putih muncul pada bekas goresan pisaunya. Getah mengalir lamban menuju susudu. Kemudian tetes demi tetes jatuh ke dalam tempurung. Ini adalah pohon karet terakhir dari enam belas batang yang disadap Ni Siti, dan matahari sudah lebih dari duduk di atas kepala.
Setelah membersihkan pisau sadapnya, Ni Siti duduk di samping tangkitan yang diletakkannya tak jauh dari batang karet terakhir tadi. Ni Siti ingin istirahat sebentar sebelum pulang sambil menunggu getah karet terkumpul di tempurung. Dengan istirahat sebentar, ia berharap bisa mengumpulkan tenaga guna memungut ranting yang bisa didapat sepanjang tepian jalan pulang. Di rumah, kayu bakar sudah hampir habis.

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS TEKS PADA KURIKULUM 2013

PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS TEKS PADA KURIKULUM 2013
Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto1
Endah Tri Priyatni2
Kusubakti Anjani3

Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Email: aguspurnomo.ap2@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi guru dan siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data kuesioner. Hasil penelitian ini adalah persepsi guru dan siswa terhadap pembelajaran berbasis teks secara keseluruhan baik, dengan catatan penyerapan siswa SMP dan SMA masih rendah serta penyerapan dan pemahaman guru SMK terhadap pembelajaran berbasis teks juga masih rendah.
Kata kunci: persepsi guru, persepsi siswa, bahasa Indonesia, pembelajaran berbasis teks, kurikulum 2013

KEAMBIGUAN PADA UJARAN ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK

KEAMBIGUAN PADA UJARAN ANAK USIA TAMAN KANAK-KANAK
Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto[1]
A. Syukur Ghazali[2]
Nita Widiawati[3]

Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
Email: aguspurnomo.ap2@gmail.com

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keambiguan yang muncul pada siswa Taman Kanak-Kanak Dukuh I Sleman, Yogyakarta, mendeskripsikan jenis keambiguan yang paling sering muncul pada siswa Taman Kanak-Kanak Dukuh I Sleman, Yogyakarta, dan mendeskripsikan upaya untuk mengantisipasi keambiguan yang terjadi. Hasil penelitian ini adalah Keambiguan yang paling banyak ditemukan pada ujaran anak adalah pada tingkat gramatikal sebanyak 66%. Selanjutnya adalah keambiguan tingkat leksikal sebanyak 31%. Keambiguan yang paling sedikit ditemukan pada tingkat fonetik hanya sebanyak 3%. Hal ini disebabkan karena ujaran anak TK tidak cepat sehingga pendengar mempunyai waktu yang lebih lama untuk memproses interpretasinya. Selain itu juga karena anak TK sudah mulai sempurna mengujarkan bahasa layaknya orang dewasa, walaupun ada juga yang masih didapati kerancuan. Keambiguan-keambiguan tersebut dapat dihindari dengan cara memperhatikan konteksnya, pemberian penanda batas leksikal, pemberian penanda batas jeda, dan pemberian penanda batas tanda baca.

Kata kunci: Keambiguan, anak, usia taman kanak-kanak