Rabu, 08 Juni 2016

Sejarah Malang: Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (3)

Khasanah Tinggalan Budaya Indis di Malang (3)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono, M.Hum
(Universitas Negeri Malang)

3. Malang sebagai Daerah Produsen dan Pemasaran Hasil Bumi
Bagi masyarakat agraris, pertimbangan untuk memilih bermukim di Malang adalah faktor kesuburan tanahnya, yang cocok untuk aktivitas ekonomi bertani atau berkebun.

Sebelum masa kemerdekaan RI, hampir seluruh kawasan Malang, yang kini berkembang menjadi Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu, merupakan areal pertanian dan perkebunan yang potensial. Wilayah Kota Malang yang kini padat penduduk dan hampir tak tersisa lahan untuk pertanian. Padahal, pada tahun 1914 masih memiliki persawahan dan perkebunan yang cukup luas. Selain padi dan palawija sebagai tanaman pertanian, tanaman perkebunan seperti teh, kina, tebu, buah, sayur, dan terutama kopi merupakan produksi unggulan di kawasan Malang.


Produk perkebunan di Malang mengalami peningkatan yang signifikan utamanya sejak penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelesel) tahun 1830-1870, terlebih setelah terbit Undang-udang Agraria (Agrarischewet) dan Undang-undang Gula (Suikerwet) tahun 1870. Jika sebelumnya hasil bumi hanya untuk didomestikasi sendiri, maka setelah adanya Sistem Tanam Paksa dan dua undang-undang tersebut terjadi surplus produksi, sehingga memungkinkan untuk dipasarkan, baik bagi konsumen di dalam ataupun di luar negeri.

Pemasaran hasil bumi ke luar wilayah Malang dipermudah dengan dibangunnya rel kereta api pada tahun 1876, yang menghubungkan kawasan pedalaman di Malang dengan Pasuruan dan Surabaya yang mempunyai pelabuhan untuk pengiriman barang ke luar Jawa ataupun ke luar Hindia-Belanda. Sejak itu, kawasan Malang bukan saja menjadi daerah produsen, namun sekaligus menjadi daerah pemasaran hasil bumi. Khususnya untuk tanaman kopi, Malang menjadi pusat pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian kopi.

Para pedagang Tiong Hoa dan pengusaha swasta Belanda yang bermukim di Malang banyak ambil peran, baik sebagai pembudidaya tanaman perkebunan ataupun se-bagai pedagang hasil bumi. Sebagai elit ekonomi, memungkinkan baginya untuk membuat rumah tinggal yang terbilang bagus, dengan gaya arsitektur Indis. Demikianlah, berkat usa-ha pertanian dan perkebunan, Kota Malang membangun diri menjadi kawasan hunian yang banyak menampilkan arsitektur modern dan artistik pada jamannya.           

4. Malang sebagai Areal Permukiman dan Tempat Peristirahatan
Sebagai kota bersejarah, tentulah permukiman di kawasan Malang telah muncul jauh sebelum masa Hindia-Belanda. Kawasan Malang pernah beberapa kali dipilih menjadi ibu kota kerajaan pada masa Hindu-Buddha. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa sejak abad VIII di kawasan Malang telah terdapat masyarakat dengan sistem sosio-budaya yang teratur.

Dataran Tinggi Malang, yang menurut J. Mohr merupakan endapan lava beku dan lempeng hitam bekas aliran lava yang membentuk danau purba dan kemudian mengering ini telah menjadi daerah hunian setidaknya semenjak Masa Bercocok Tanam pada Jaman Prasejarah. Dengan perkataan lain, permukiman di Malang mempunyai perjalanan sejarah panjang, semenjak Masa Prasejarah, Hindu-Buddha, Perkembangan Islam, Masa Kolonial hingga Masa Kemerdekaan RI.

Pada masa sekarang, Kota Malang adalah kota terbesar kedua di wilayah Jawa Timur setelah Surabaya. Sebagai kota besar dan sekaligus sentra pendidikan tinggi, maka Kota Malang menjadi tempat tujuan belajar bagi banyak orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagai kota wisata, Kota Malang dan daerah sekitarnya (Kabupaten Malang dan Kota Batu) menjadi daerah tujuan wisata, yang banyak dikunjungi oleh wisata-wan regional, nasional maupun manca negara. Selain itu, dengan udara yang sejuk segar, sejak dahulu hingga kini Kota Malang dipilih menjadi tempat peristiarahatan.


Kompleks pe-rumahan bertipe villa di sepanjang jalan besar Ijen serta jalan-jalan dengan nama gunung yang ada di sekitarnya (bergenbuurt) menjadi saksi sejarah bahwa semenjak masa Hindia-Belanda, orang Eropa dan Timur Asing dari berbagai daerah memiliki tempat peristirahatan (villa) di Kota Malang dan Batu. Para pensiunan tidak sedikit yang memilih untuk menjalani hari tuanya di kota yang indah ini, sehingga Malang mendapat predikat “Kota Pensiunan”.

Sumber: http://news.kompas.com/read/2008/10/20/1914460/khasanah.tinggalan.budaya.indis.di.malang.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar