Khasanah Tinggalan
Budaya Indis di Malang (3)
Oleh:
Drs. M. Dwi Cahyono,
M.Hum
(Universitas Negeri
Malang)
3. Malang sebagai
Daerah Produsen dan Pemasaran Hasil Bumi
Bagi masyarakat
agraris, pertimbangan untuk memilih bermukim di Malang adalah faktor kesuburan
tanahnya, yang cocok untuk aktivitas ekonomi bertani atau berkebun.
Sebelum masa
kemerdekaan RI, hampir seluruh kawasan Malang, yang kini berkembang menjadi Kota
Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu, merupakan areal pertanian dan
perkebunan yang potensial. Wilayah Kota Malang yang kini padat penduduk dan
hampir tak tersisa lahan untuk pertanian. Padahal, pada tahun 1914 masih
memiliki persawahan dan perkebunan yang cukup luas. Selain padi dan palawija
sebagai tanaman pertanian, tanaman perkebunan seperti teh, kina, tebu, buah,
sayur, dan terutama kopi merupakan produksi unggulan di kawasan Malang.
Produk perkebunan di
Malang mengalami peningkatan yang signifikan utamanya sejak penerapan Sistem
Tanam Paksa (Cultuurstelesel) tahun 1830-1870, terlebih setelah terbit
Undang-udang Agraria (Agrarischewet) dan Undang-undang Gula (Suikerwet) tahun
1870. Jika sebelumnya hasil bumi hanya untuk didomestikasi sendiri, maka setelah
adanya Sistem Tanam Paksa dan dua undang-undang tersebut terjadi surplus
produksi, sehingga memungkinkan untuk dipasarkan, baik bagi konsumen di dalam
ataupun di luar negeri.
Pemasaran hasil bumi ke
luar wilayah Malang dipermudah dengan dibangunnya rel kereta api pada tahun
1876, yang menghubungkan kawasan pedalaman di Malang dengan Pasuruan dan
Surabaya yang mempunyai pelabuhan untuk pengiriman barang ke luar Jawa ataupun
ke luar Hindia-Belanda. Sejak itu, kawasan Malang bukan saja menjadi daerah produsen,
namun sekaligus menjadi daerah pemasaran hasil bumi. Khususnya untuk tanaman
kopi, Malang menjadi pusat pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian kopi.
Para pedagang Tiong Hoa
dan pengusaha swasta Belanda yang bermukim di Malang banyak ambil peran, baik
sebagai pembudidaya tanaman perkebunan ataupun se-bagai pedagang hasil bumi.
Sebagai elit ekonomi, memungkinkan baginya untuk membuat rumah tinggal yang
terbilang bagus, dengan gaya arsitektur Indis. Demikianlah, berkat usa-ha
pertanian dan perkebunan, Kota Malang membangun diri menjadi kawasan hunian
yang banyak menampilkan arsitektur modern dan artistik pada jamannya.
4. Malang sebagai Areal
Permukiman dan Tempat Peristirahatan
Sebagai kota
bersejarah, tentulah permukiman di kawasan Malang telah muncul jauh sebelum
masa Hindia-Belanda. Kawasan Malang pernah beberapa kali dipilih menjadi ibu
kota kerajaan pada masa Hindu-Buddha. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa
sejak abad VIII di kawasan Malang telah terdapat masyarakat dengan sistem
sosio-budaya yang teratur.
Dataran Tinggi Malang,
yang menurut J. Mohr merupakan endapan lava beku dan lempeng hitam bekas aliran
lava yang membentuk danau purba dan kemudian mengering ini telah menjadi daerah
hunian setidaknya semenjak Masa Bercocok Tanam pada Jaman Prasejarah. Dengan
perkataan lain, permukiman di Malang mempunyai perjalanan sejarah panjang,
semenjak Masa Prasejarah, Hindu-Buddha, Perkembangan Islam, Masa Kolonial
hingga Masa Kemerdekaan RI.
Pada masa sekarang,
Kota Malang adalah kota terbesar kedua di wilayah Jawa Timur setelah Surabaya.
Sebagai kota besar dan sekaligus sentra pendidikan tinggi, maka Kota Malang
menjadi tempat tujuan belajar bagi banyak orang yang berasal dari berbagai
daerah di Indonesia. Sebagai kota wisata, Kota Malang dan daerah sekitarnya
(Kabupaten Malang dan Kota Batu) menjadi daerah tujuan wisata, yang banyak
dikunjungi oleh wisata-wan regional, nasional maupun manca negara. Selain itu,
dengan udara yang sejuk segar, sejak dahulu hingga kini Kota Malang dipilih
menjadi tempat peristiarahatan.
Kompleks pe-rumahan
bertipe villa di sepanjang jalan besar Ijen serta jalan-jalan dengan nama
gunung yang ada di sekitarnya (bergenbuurt)
menjadi saksi sejarah bahwa semenjak masa Hindia-Belanda, orang Eropa dan Timur
Asing dari berbagai daerah memiliki tempat peristirahatan (villa) di Kota
Malang dan Batu. Para pensiunan tidak sedikit yang memilih untuk menjalani hari
tuanya di kota yang indah ini, sehingga Malang mendapat predikat “Kota
Pensiunan”.
Sumber: http://news.kompas.com/read/2008/10/20/1914460/khasanah.tinggalan.budaya.indis.di.malang.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar